Posts

Showing posts from December, 2018

Here Lies Memories

Suatu sore di awal tahun 2000an, aku sedang menerbangkan layang-layang di hamparan sawah, aku melamunkan masa depan. Pikiranku melayang, seiring dengan layangan yang melayang-layang terhempas angin. Aku membayangkan diriku yang sudah dewasa. Bagaimana wujudku pada saat aku dewasa? Akankah aku pergi bekerja setiap hari? Akankah aku punya uang sendiri? Bisa membeli apapun yang aku mau tanpa merengek pada orang tua?  Bertahun-tahun kemudian, aku tepat menjadi sosok yang kerap hadir di angan-anganku. Karena terlalu sibuk dengan kehidupan, kadang kita lupa. Bahwa apa yang ada di sekeliling kita saat ini adalah perwujudan dari mimpi-mimpi sederhana kita saat kecil. Di masa kecilku, aku adalah anak laki-laki yang selalu ingin tahu segala hal. Aku ingat, buku favoritku adalah RPUL, kamus, dan atlas. Tak pernah bosan buku-buku itu kubaca berulang kali. Meski bersekolah di desa, aku tahu segala hal, aku tahu dunia luar. Aku hapal semua ibukota negara di dunia, letak geografis

keep being good, and all the goodness will come around

Entah bagaimana. Kami dapat menjadi begitu akrab. Saling melengkapi dan mengisi satu sama lain. Seringkali kami memiliki pemikiran yang sama terhadap suatu hal. Sehingga kami berpikir bahwa tanpa mengucapkan sepatah katapun kami sudah tahu apa isi di kepala masing-masing. “Mungkin kita ini memang saudara kembar di kehidupan sebelumnya,” begitu yang kerap ia lontarkan. Kemudian kami akan tergelak-gelak bersama. Seringkali aku melupakan satu hal, aku lupa bahwa ia adalah bosku. Namun hubungan kami bukan seperti bos dan karyawan. Lebih dari sekadar teman. Lebih dari sekadar sahabat. “Sudahlah Mario, di sini aja. Kamu butuh apa? Tante bisa bantu kamu. Asal kamu tetep di sini.” Begitu mama cicik membujukku melalui telepon pagi itu. Nampaknya cicik bercerita pada papa dan mamanya bahwa aku akan pergi. Setiap hari, tante tak pernah lupa membawakan aku bekal makan siang, buah-buahan, dan kue-kue yang sudah dikemas rapi. Tak henti-hentinya aku berpikir, “Mengapa ia begitu sempat m

"I'll stay for you. I promise."

"Maaf, Pak. Saya sudah putuskan saya belum bisa untuk jadi Manager di perusahaan bapak. Saya mau stay di sini dulu." Kataku melalui telepon pagi itu. "Maksudnya gimana, Mas? Mas Mario mau kita tunggu sampai kapan? Kita bisa tunggu sampai Mas Mario siap kok. Kalau bulan ini belum, bulan depan gak masalah." "Eh. Bukan, Pak. Maksudnya saya batalkan untuk jadi Branch Manager di perusahaan bapak. Mohon maaf sekali sebelumnya, dan terima kasih banyak ya, Pak. Sudah mempercayakan jabatan pada saya.." "Oh, begitu. Baik, gapapa, Mas." Telepon terputus. Aku baru saja mengecewakan satu orang. Dan baru saja mengecewakan impianku sendiri. Sementara ia, yang kupanggil cicik, seseorang yang duduk di sampingku, tersenyum lega. Beberapa hari yang lalu, usai mendapat kesempatan interview untuk posisi Branch Manager dan akhirnya diterima, aku begitu bersemangat. Aku akan menjadi seorang Branch Manager! Aku bisa membungkam mulut orang-orang yang