Life
Kita selalu hidup dalam tuntutan. Setinggi apapun target
yang berhasil diraih, selalu ada target yang lain yang harus diraih. Ketika
masih kuliah, targetku hanyalah lulus tepat waktu lalu segera mengenakan toga.
Ketika berhasil meraihnya, hidup tak lantas berhenti. Masih ada target lain.
Aku harus punya pekerjaan. Setelah memiliki pekerjaan pun tuntutan tak lantas
berhenti, kehidupan terus bergulir, menciptakan target-target baru.
Suatu kali di sela-sela pekerjaan aku bertanya pada seorang teman kantor yang baru saja menikah,
“Bagaimana bro rasanya menikah?”
“Enak! Kamu segeralah menikah, punya istri yang merawatmu,”
sahutnya bangga. “Kamu udah ada target belum mau nikah umur berapa?”
“Wah, aku masih lama. Belum ada bayangan!” jawabku sambil
terkekeh. Kemudian aku berpikir sejenak. Usiaku kini hampir 23 tahun, sedang ia
menikah di usia 24 tahun. Tentu ia sudah merencanakan pernikahan ketika ia
berada di usiaku saat ini. Namun saat ini aku memiliki bayangan tentang
pernikahan saja tidak.
Saat ini aku terlalu sibuk bergelut dengan pekerjaan dari sore hingga malam hari, lalu dari malam hingga pagi hari. Sedang pagi hingga siang harinya kumanfaatkan untuk beristirahat. Aku tak lagi punya waktu untuk membayangkan pernikahan, atau mencari partner untuk bersama-sama membangun pernikahan. Saat ini, usaha mendekati perempuan lalu mengajaknya untuk menjalin hubungan romantis bagiku sia-sia dan buang-buang waktu. Untuk apa berpacaran apabila tak berakhir dengan pernikahan. Aku bukan lagi anak muda yang berpacaran dengan satu perempuan, berakhir, lalu berpacaran lagi dengan perempuan lain dengan mudah. Aku tak mau seperti itu. Aku akan berkomitmen seumur hidup dengan perempuan yang benar-benar tepat. Namun saat ini aku sedang tak ingin berusaha. Kata orang memang jodoh tak ke mana, tapi memang harus dijemput. Biarlah, saat ini aku memang sedang tidak ingin menjemput siapapun. Sabarlah, aku sedang memperbaiki sifat-sifat burukku. Aku sedang mempersukses diri. Supaya layak dan pantas untuk menjemputmu, siapapun kamu.
Satu persatu undangan pernikahan pun aku terima, dan tak
henti-hentinya aku bergumam, “Ia seumuran denganku, tapi ia sudah menikah.”
atau “Ia hanya dua tahun di atasku, dan ia sudah menikah.” Saat ini aku tak mau
lagi berpikiran seperti itu. Aku akan menikah dengan orang yang tepat ketika sudah siap menikah,
bukan karena tuntutan. Menikahlah teman-teman, dan aku akan turut berbahagia. Menjadi
om muda yang tampan bagi anak-anak kalian.
Comments
Post a Comment