the next step of life : work life
Aku memang selalu mengagumi para pekerja bank, yang
berpenampilan rapi dan menarik, berwajah cantik dan tampan, selalu tersenyum
dan bersikap ramah seolah hidup tak ada beban. Namun aku tak pernah berpikir
akan menjadi bagian dari mereka. Aku tak tahu banyak soal perbankan. Ketika
kuliah, kukira aku akan berkarir di dunia jurnalistik karena aku mengambil
konsentrasi jurnalistik, sehingga mungkin aku tidak jauh-jauh dari dunia
tulis-menulis, dunia berita, atau dunia penyiaran. Namun belakangan kusadari
bahwa kemampuanku di dunia jurnalistik tidaklah dapat diandalkan. Kemampuanku
di bidang jurnalistik hanya di permukaan, aku pun tidak terlalu punya passion
di sana. Sehingga aku ingin berkarir di luar dunia jurnalistik.
Namun hari ini, aku terbangun dengan
perasaan cemas. Seminggu berlalu semenjak aku melakukan interview dengan
seorang HRD dan user di sebuah Bank BUMN. Namun hingga hari ini tak juga ada
kabar lebih lanjut. Apakah aku ditolak? Apakah aku telah melakukan kesalahan
pada saat interview? Aku mencoba merecall ingatanku atas apa yang telah
kulakukan pada saat interview. Aku salah menjawab hitungan persen ketika ibu
HRD memberikan pertanyaan, kemudian aku baru menjawab benar ketika melakukan
coretan di atas kertas, mungkin disitulah letak kesalahanku. Aku memang payah
di hitungan, sedangkan seorang banker dituntut untuk berpikir cepat, tak ada
waktu untuk mencoret-coret di atas kertas. Atau ketika interview berakhir lalu
aku menjabat tangan keduanya sambil mengucapkan “Selamat siang” bukannya
“Terimakasih”. Sesaat setelah keluar dari ruang interview aku baru menyadari
atas apa yang telah kuucapkan, apa yang aku pikirkan hingga mengucapkan
“Selamat siang” sebagai ucapan selamat tinggal? Atau gara-gara kemejaku
terlihat tidak rapi karena memiliki garis lipatan yang jelas? Kemeja itu baru
saja kubeli satu jam sebelum interview. Aku mampir di sebuah department store
untuk membeli kemeja slimfit berwarna putih karena aku tak punya kemeja slimfit
sedangkan ibu HRD memintaku untuk mengenakan kemeja slimfit supaya terlihat
gagah. Interview berjalan cukup lancar. Segala kalimat yang
kuucapkan dari bibirku mengalir begitu saja saat menjawab pertanyaan, entah
benar atau salah, yang penting aku berusaha menjawab selancar dan setenang
mungkin. Di akhir interview, ibu HRD bertanya, “Mas Mario, apakah ada rencana
untuk menikah dalam setahun ini?”. “Tidak, Bu.” Jawabku cepat. “Belum
maksudnya? Jangan tidak, nanti nggak nikah-nikah” sahutnya. “Oh, iya, belum
maksudnya, Bu.” Kemudian kami tertawa, suasana mencair, tidak lagi tegang.
Pagi ini, setelah membagikan kecemasanku pada Bunda Maria
melalui Novena Tiga Kali Salam Maria, sebuah panggilan telepon
mengejutkanku. Ibu HRD memberitahuku bahwa aku diterima bekerja sebagai
Customer Service Officer di sebuah Bank BUMN kemudian aku diminta untuk
melakukan medical check up lalu tanda tangan kontrak. Sesaat setelah menutup
telepon, aku terdiam sesaat, berkali-kali menyadarkan diri sendiri bahwa aku
akan bekerja di bank.
Betapa Tuhan telah begitu baik. Ia kabulkan doa umat-Nya yang tak pernah absen untuk berbuat dosa.
Terimakasih, Tuhan.
Terimakasih, Tuhan.
Comments
Post a Comment