An Old Story

I accidentally found this...

Sepertinya baru kemarin, saat kita bersepeda bersama sore itu, sebelum senja menyapa langit-langit kota Jogja, saat aku duduk di boncengan dan kau yang mengayuh. Aku penasaran bagaimana rasanya naik sepeda dengan wajah menghadap ke belakang, pasti rasanya menyenangkan. Lalu kuputar badanku yang kecil selagi sepeda melaju, dan aku terjatuh di tengah jalan namun kau masih terus mengayuh. Tak menyadari bahwa adikmu sudah tersungkur jauh di belakang.

Atau ingatkah di lain hari saat kau mengayuh sementara aku duduk menyamping di plang, di antara setang dan sadel tempatmu duduk. Dan sesampainya di rumah kudapati lututku penuh luka, karena ternyata lututku tergesek roda selama sepeda melaju.

Atau ingatkah saat mama dan papa memarahimu karena mereka pikir kau yang mendorongku dari tempat tidur sehingga jatuh terjerembab saat itu? Padahal aku ingat betul, aku terjatuh karena terpeleset kakiku sendiri

Ingatkah saat kau begitu menggandrungi sekumpulan pria muda dari Asia Timur yang menjadi idola pada jaman itu? "Aku ingin menjadi Vic Chou," desahku tiba-tiba saat bersama kita menyaksikannya di layar televisi. "Kenapa?" Tanyamu tanpa memalingkan  muka. "Supaya bisa berciuman dengan gadis secantik Shancai" jawabku. Lalu kau mengadukan hal itu pada mama.

Ingatkah saat kau menyeretku dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk menyuruhku mandi? Saat mama dan papa sibuk bekerja kukira aku bisa bermalas-malasan, namun ternyata kau lebih kejam dari mereka.

Ingatkah saat kau pertama kali jatuh cinta, kau memintaku untuk mencium pipimu namun aku menolaknya. "Aku ingin tahu bagaimana rasanya dicium oleh seorang laki-laki". Begitu katamu. Aku kelas 4 SD dan kau baru saja masuk SMP.

Waktu begitu cepat berlalu. Tak terasa kini kita telah bersama-sama beranjak dewasa. Saat berdekatan, kita seperti dua orang yang saling bermusuhan. Saat berjauhan, aku merindukan permusuhan kita. Kita selalu meributkan hal-hal kecil, sekaligus menertawakan hal-hal kecil.

Sebentar lagi kau akan memiliki seorang suami, lalu akan lahirlah anak-anak dengan rupa yang mungkin mirip sepertimu, kau akan memiliki keluarga sendiri. Ijinkanlah anak-anakmu memanggil diriku paman dan aku akan menjadi paman yang baik bagi mereka. Aku tidak aka  membawa mereka naik sepeda lalu membiarkannya jatuh tersungkur di tengah jalan, akan kupastikan pula lututnya tak akan tersentuh roda yang berputar.

Dan apabila kelak aku memiliki seorang wanita yang kusebut istri, ijinkanlah ia memanggilmu dengan sebutan "kakak". Aku yakin wanita itu nantinya adalah wanita yang baik, yang dapat menempaku menjadi pribadi yang baik pula. Yang akan membuatku rajin mandi tanpa disuruh, apalagi diseret dari tempat tidur menuju kamar mandi. Ia akan bersedia menemanimu berbelanja tas dan sepatu atau pergi ke salon kapanpun kau menginginkannya. Kau akan mengobrol banyak dengannya mengenai fashion dan dunia wanita yang tak kuketahui itu. Kalian akan begitu dekat layaknya seorang kakak perempuan dengan adik perempuannya.

Dan apabila kelak aku memiliki seorang anak, ijinkanlah ia memanggilmu dengan sebutan "bibi". Ijinkanlah ia bermain dengan anak-anakmu. Ijinkan ia memiliki pengalaman bermain dengan sepupu-sepupunya supaya ia memiliki bahan celotehan yang akan menghibur keletihanku karena bekerja seharian.

Happy wedding, Fransisca
Your brother, Mario

Smg, August 1st 2014

Comments

Popular posts from this blog

Bulan Kesepuluh di Tahun 2024

With all her imperfections, she's trying to be perfect for me

Kamu Pasti Bisa, Mario!